Membaca berita di Harian Kompas hari ini, tentang gas liar di dekat lumpur Lapindo, saya cuma bisa bergumam, betapa bebalnya pemerintah kita dalam menuntaskan masalah ini.
Entah apalagi yang bisa dilakukan guna mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang komprehensif menangani dampak ikutan dari semburan yang sudah berlangsung hampir 2 tahun ini. Apakah harus menunggu sampai para korban yang sudah demikian sengsara atau bahkan para pengguna jalan terbakar dan mati duluan, sampai mereka serius menangani.
Keluarnya gas yang mudah terbakar tersebut sekarang sudah sampai dalam taraf yang sangat membahayakan. Untuk diketahui, gas tersebut sudah keluar dari berbagai titik di tengah pemukiman warga. Karena tidak berbau (gas elpiji berbau karena dicampur dengan bahan kimia), maka warga kesulitan untuk mengidentifikasi dari mana saja gas itu keluar. Gas bisa dilihat dengan jelas ketika keluar dibawah sumber air. Sehingga, tahu-tahu saja , ketika mereka menyalakan korek api, whussh, api menyambar.
Anda lihat sendiri bagaimana posisi BPLS sebagai wakil pemerintah dalam menangani masalah ini. Cuma ”dipasang pita”, itu saja yang dibilang jubir BPLS, seusai dia mengatakan bahwa , ”gorong-gorong itu sudah berbahaya dan sangat mudah terbakar jika tersulut api.” Belum lagi kemungkinan bahwa ”yang menghirup bisa mati lemas”, kemungkinan yang sangat terbuka mengingat bahwa gas ini keluar di lingkungan pemukiman yang padat penduduk, bukan ditengah hutan atau di tengah laut.
Bagaimana pemerintah daerah menanggapi hal ini? Ya setali tiga uang, sama saja. Sama sekali tidak disiapkan apa langkah antisipatif bagi masyarakat yang tinggal di dekat lokasi semburan lumpur Lapindo. Kalau di daerah yang pernah terserang Tsunami ramai-ramai disiapkan early warning system dan rakyat disiagakan rencana evakuasi, padahal tsunami berikutnya bisa jadi masih puluhan tahun lagi, kenapa di Sidoarjo yang jelas-jelas ancaman bahaya fatal ini sedang terjadi, pemerintah malah tidak menyiapkan apa-apa?
Apa tidak pernah terjadi insiden? Pernah. Beberapa kali malah. Sekali seorang ibu yang akan menyulut kompor di dapur tiba-tiba terbakar hebat karena ada gas yang keluar dari dapurnya. Pernah juga terjadi kebakaran yang sangat besar dimana api sampai mencapai 5 meter dan butuh seharian penuh untuk memadamkan. Jadi, memang pemerintah mau menunggu bukti apalagi kalau masalah ini sudah sedemikian gawat?
Apa mesti mengulangi tragedi meledaknya pipa gas pertamina, November 2006 yang lalu, dimana jauh-jauh hari banyak pakar sudah mengingatkan akan bahayanya. Apa korban Lapindo harus pada meninggal dulu baru mendapat perhatian yang serius dari segenap aparat pemerintahan di negeri ini?
Saya hanya bisa menghimbau (mungkin menghiba?) kepada anda semua, warga bangsa yang masih punya kepedulian, tolonglah kami. Tolonglah kami mengorek kuping pemerintah yang sudah teramat sangat bebal ini. Siapapun anda, warga bangsa yang punya daya dan kemampuan, jangan biarkan kami musnah dalam kekonyolan sesat pikir dan tumpul nurani pengelola negeri ini.
(foto courtesy:Yudi)
Rabu, 09 April 2008
SOS bahaya gas korban lapindo!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
lapindo cen asyu, pemerintahan presiden susi juga asyu...
[semoga warga korban lapindo bisa mendapatkan keadilan kehormatan kehidupan seperti yang mereka harapkan]
Turut prihatin dan mendukung upaya penyelesaian hak warga yang terkena menjadi korban.
Salam prihatin dari afrika barat - yang juga berkutat dengan bejibun urusan-sakit-kepala disini. :)
Posting Komentar