Rabu, 26 Maret 2008

Sunset di Lumpur Lapindo

"Kalau anda melihat foto diatas, apa yang ada di benak anda? Di lokasi manakah foto ini diambil?"

Di banyak kesempatan saya melakukan presentasi terkait masalah lumpur Lapindo, saya suka memberi kuis trivia ini kepada hadirin. Sebagian besar akan menjawab ini adalah gambar matahari tenggelam yang diambil di salah satu pantai, di Bali atau entah dimana. Iya, ini memang foto matahari tenggelam, tetapi bukan di pantai. Ini diambil di atas tanggul di desa Renokenongo di atas jalan tol yang sudah tidak berfungsi. Yah, ini adalah foto salah satu lokasi di areal semburan lumpur Lapindo.


Hampir satu tahun beraktivitas di lokasi semburan lumpur Lapindo, membuat saya seringkali mengelilingi kawasan tanggul lumpur. Pada satu kesempatan, di sekitar penghujung tahun 2007. saya harus mendatangi lokasi tanggul pada saat sore hari, sekitar pukul 17. Tanpa direncanakan, pas saya berdiri di pinggir tanggul, pada saat matahari sudah hendak tenggelam. Ternyata saya mengalami momen keindahan alam yang biasa kita temui di pinggir pantai, kala habisnya siang.

Sebuah situasi yang absurd. Di tengah area kehancuran lingkungan dan peradaban, saya dapati sebuah pemandangan alam yang, anehnya, indah. Sangat indah, bahkan. Kepekatan permukaan lumpur, mampu memantulkan cahaya matahari sore hari yang temaram, bak air laut yang tanpa gelombang. Sementara di kejauhan, genangan lumpur seolah-olah menghampar sampai batas kaki langit di ujung barat. Diselingi sesekali asap dari pusat semburan yang mengarah ke sebelah selatan, menambah suasana semakin surrealis.

Tapi, sejenak kemudian saya bergidik. Seolah baru saja terbangun dari sebuah rapture yang tak terduga, saya tiba-tiba ingat dimana saya berada. Kesadaran tentang apa yang terkubur dibalik permukaan lumpur didepan, tiba-tiba menyeruak ke benak saya. Ya Tuhan.

Dibawah permukaan lumpur itu, 13 ribu rumah yang kini bak tertelan bumi; tatanan sosial dan peradaban panjang 4 desa yang tiba-tiba terputus; akar, identitas, kenangan, sejarah dan (bahkan) cita-cita hampir 50.000 warga yang tiba-tiba tercerabut. Dan saya sangat akrab dengan hijau dan asrinya kawasan sub-urban ini. Kenangan masa kecil saya ketika bermain dan bertualang di desa-desa itu, dengan teman teman sepermainan, tiba-tiba memercik emosi saya.

Sejenak saya memutar pandangan ke belakang, ke arah timur. Terbayang desa-desa itu, yang sekarang masih hijau dan asri, 2, 5 atau 10 tahun lagi, atau entah kapan, akan raib, berganti dengan hamparan seperti di depan saya. Maka mungkin kaki langit seolah akan semakin meluas, dan pemandangan mungkin akan jauh lebih indah.

Sekali lagi saya terhenyak, kegeraman mulai tumbuh (lagi). Kesadaran yang tiba-tiba bahwa apa yang terhampar di depan saya tersebut, bahkan 2 tahun yang lalu belum ada, membuat akal sehat kemudian menuntut jawab. Siapa yang harus bertanggungjawab? Keserakahan macam apa yang sanggup membuat ibu bumi murka sehebat ini. Manusia macam apa yang berpikir untuk mencari untung dengan biaya kemanusiaan sebesar ini?

Tak kuasa, akupun berseru, mengutuk, merajuk...

Hai LAPINDO, hai BAKRIE, hai KALIAN PEMILIK MODAL, hai KALIAN PEMEGANG KUASA, dengarlah SERUANKU!!!

TIDAK AKAN MUNGKIN kalian bisa lari dari tanggungjawab atas keserakahan yang mendurhakai bumi sejahat ini!

TIDAK AKAN MUNGKIN kalian dapat lepas dari pembalasan atas penistaan kemanusiaan yang segamblang ini!

TIDAK AKAN MUNGKIN kalian mampu, seberapapun hebat kuasa dan kedigdayaan kalian hari ini, lolos dari keadilan SEJARAH!

Dan akupun menangis...

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Sedih banget deh... semoga blog ini semakin terkenal, biar infonya tersebar!

Ingerosalina mengatakan...

Terimakasih sudah memberikan informasi yang real tentang korban lapindo. Setidaknya kami yang orang awam ini bisa mendapat acuan berita selain dari media yang kadang juga kita ragu akan kebenarannya. Teruslah menulis tentang kasus lapindo karena anda adalah saksi penting yang bisa mengungkapkan sejarah ini dimasa depan.

Antown mengatakan...

Sampean kok sik ono waktu kanggo ngeblog cak? ayo arek sidoarjo digerakno ben iso ngeblog kabeh

Antown mengatakan...

sori bos, aku saiki pindah nang
antownholic.blogspot.com
thx

Anonim mengatakan...

Blog seperti ini yang mungkin bisa memberikan cerita lain dari orang yg memeng secara langsung melihat dan merasakan...

Iya foto yng indah, bahkan banyak foto2 "indah" yang datang dari sebuah kejadian yang tidak indah..bahkan cukup memberikan gambaran melebihi jutaan kata..

Saya punya foto waktu masih belum parah sekrang, waktu ke Malang Juli thn 2006 kemarin..hee